Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Nabi dan Rasul, berbedakah?

Whycom - Abu Muhammad Asyraf bin Abdul Maqshud dalam kitab Fatawa Anil Iman wa Arkaniha, telah menjelaskan secara terperinci perbedaan antara Nabi dan Rasul. Ringkasnya, sebagian besar para ulama mengatakan bahwa Nabi ialah seorang yang diberi wahyu oleh Allah dengan suatu syari’at namun tidak diperintah untuk menyampaikannya, akan tetapi mengamalkannya sendiri tanpa ada keharusan untuk menyampaikannya. Sedangkan Rasul ialah seorang yang mendapat wahyu dari Allah dengan suatu syari’at dan ia diperintahkan untuk menyampaikannya dan mengamalkannya.

Nabi dan Rasul, berbedakah

Sesungguhnya setiap Rasul pasti Nabi, namun tidak setiap Nabi itu adalah Rasul. Jadi para Nabi itu jauh lebih banyak jumlahnya dari pada para Rasul. Sebagian Rasul-Rasul itu telah dikisahkan oleh Allah Ta’ala dalam al-Qur’an dan sebagian yang lain tidak dikisahkan. Allah Ta’ala berfirman. “Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mu’jizat melainkan dengan seizin Allah”. [Ghafir: 78].

Bertolak dari ayat ini, maka dapat dikatakan bahwa setiap Nabi yang disebutkan di dalam Al-Qur’an merupakan Rasul. Meraka (para Rasul) itu tidak memiliki keutamaan yang sama, Allah telah berfirman “Artinya  Rasul-Rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat”. [Al-Baqarah: 253].

Serta….

“Artinya: Sungguh telah Kami utamakan sebagian Nabi-Nabi itu atas sebagian yang lain”. [Al-Isra: 55].

Dan bagi kita, kita semua wajib beriman dengan seluruh Rasul itu bahwa mereka itu benar dan jujur dalam membawa risalah serta membenarkan apa yang diwahyukan kepada mereka, Allah berfirman: “Artinya : Katakanlah (hai orang-orang mu’min) :”Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’kub dan anak cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada Nabi-Nabi dari Rabb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. [Al-Baqarah :136]

Allah Ta’ala berfirman. “Artinya: Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan Rasul-Rasul-Nya “. [Al-Baqarah : 285].

Maka kita tidak membedakan salah seorang pun dari Rasul-Rasul itu dalam hal mengimaninya; masing-masing benar dan dibenarkan serta risalah yang dibawa adalah haq. Akan tetapi kita boleh membedakan dalam dua hal :

Pertama, dalam hal keutamaan. Kita mengutamakan sebagian dari para Rasul atas sebagian yang lain sebagaimana Allah juga mengutamakan sebagian atas sebagian yang lain serta mengangkat sebagian dari mereka beberapa derajat. Akan tetapi kita tidak menyatakannya dengan nada membanggakan atau menyatakannya dengan meremehkan yang diungguli. Dalam hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Al-Bukhari disebutkan bahwa seorang Yahudi telah bersumpah:

“Tidak! Demi yang memilih Musa atas sekalian manusia”. Maka seorang laki-laki dari Anshar menempeleng muka laki-laki Yahudi itu ketika mendengar ucapannya seraya mengatakan: ”Jangan kau katakan demikian sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tengah-tengah kami!”. Maka si Yahudi itu datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengadu kepada beliau. “Aku punya dzimmah (jaminan perlindungan) dan perjanjian. Lalu apa gerangan yang membuat si fulan menempeleng mukaku?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bertanya kepada laki-laki Anshar tadi: ”Kenapa kamu menempeleng mukanya ?”. Maka ia pun mengutarakan permasalahannya, dan Nabi akhirnya murka sampai terlihat sesuatu di muka beliau. Beliau kemudian bersabda, “Janganlah engkau melebihkan di antara Nabi-Nabi Allah!”. Dalam hadits Shahih Al-Bukhari dan yang lain juga disebutkan riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: ”Tidak layak bagi seorang hamba untuk mengatakan, Aku lebih baik daripada Yunus bin Mata !”.

Kedua, dalam hal ittiba’. Kita tidak boleh mengikuti Rasul kecuali yang memang diutus untuk kita, yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena syari’at Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menasakh seluruh syari’at yang sebelumnya. Allah Ta’ala berfirman:  “Artinya: Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu ; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang datang kepadamu. Untuk tiap tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan (syari’at) dan jalan yang terang (minhaj)” [Al-Maidah: 48]


Discussion:

Semua Rasul adalah Laki-laki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka. Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” [An-Nahl: 43]

Asy-Syaikh Abdurahman As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Maknanya, engkau bukanlah rasul yang baru (pertama). Kami tidak pernah mengutus sebelummu malaikat, namun yang Kami utus adalah laki-laki sempurna, bukan dari kalangan wanita.”

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah – dan ini dinukilkan oleh Abul Hasan Al-Asy’ari dari mereka– bahwa tidak ada nabi dari kalangan perempuan. Yang ada di kalangan mereka adalah shiddiqah, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang wanita yang paling mulia, Maryam bintu ‘Imran:

“Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan.” [Al-Ma`idah: 75]

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutnya sebagai shiddiqah (seorang yang sangat benar) dalam kedudukan yang paling mulia. Kalau seandainya dia adalah nabi, niscaya akan disebutkan dalam rangka memuliakan dan mengagungkannya. Dia adalah shiddiqah berdasarkan nash Al-Qur`an.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Asy-Syaikh Abdurahman As-Sa’di rahimahullahu ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan.” [Al-Ma`idah: 75]

Beliau rahimahullahu berkata: “Ini adalah dalil bahwa Maryam bukanlah nabi. Bahkan derajat tertinggi baginya adalah shiddiqah. Cukuplah hal ini sebagai kemuliaan dan keutamaan. Demikian pula seluruh wanita, tidak ada seorangpun dari mereka yang menjadi seorang nabi. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa kenabian adalah dari jenis yang paling sempurna yaitu kaum pria. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka.” [Tafsir As-Sa’di hal. 240]

Ijma’ tentang masalah ini telah dinukil oleh Al-Qadhi Abu Bakr, Al-Qadhi Abu Ya’la, Abul Ma’ali, dan Al-Kirmani serta selain mereka. (Lihat tahqiq Yasin terhadap Syarh Al-Wasithiyyah)

Semoga sedikit mencerahkan, insya Allah…


Telah disampaikan oleh Ibn Hazm bahwasannya nubuwwah atau nabi perempuan tidak salah adanya. Nabiy berasal dari kata inba’, berarti “berita” atau “informasi”. yaitu orang yang memperoleh informasi dari Allah. Informasi ini dibedakan dalam beberapa tingkat, antara lain informasi berupa wahyu kepada nabi, Ilham kepada wali, ta’lim kepada awwam, dan thabi’ah berupa informasi kepada segenap makhluk, termasuk binatang. sebagaimana halnya lebah (Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia” [An-Nahl :68]

Dalam FirmanNya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” [An-Nahl :43]

“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya” [Yusuf :109]

sedangakn yang tersirat dalam kedua ayat di atas yang, ialah kerasulan laki-laki. tidak bisa di hubungkan dengan kenabian perempuan. dalam (Al-Fishal, juz V, h. 119), ibn Hazm mengakui tidak ada rasul perempuan, tetapi ia juga mengakui adanya nabi perempuan.

wahyu yang turun kepada perempuan, menurut Ibn Hazm, antara lain :

1.  Istri Nabi Ibrahim diberi tahu melalui Jibril bahwa dirinya akan memperoleh anak [QS Hud: 71-73)]].

2. Ibu Nabi Musa yang diperintah Allah agar meletakkan anaknya di sungai dan diberi tahu anaknya nantinya akan menjadi nabi [QS Al-Qashash: 7 dan QS Thaha: 39]

3.  Maryam diberi tahu akan lahirnya seorang bernama Isa dari rahimnya [QS Maryam: 17-19, Al-Maidah: 75, dan Yusuf: 46]

4. Maryam, putra Imran dan ibunda Isa, serta Asia, putra Muzahim yang juga menjadi istri Firaun, diindikasikan pula sebagai nabi mengingat intensifnya pemberitaan Al Quran tentang figur ideal perempuan tersebut [Al-Fishal, Juz V, hal 120-121].

Sedangkan Alasan yang digunakan ibn Hazm dari kalangan ulama yang mendukung adanya nabi perempuan antara lain:

1. Segala jenis makhluk yang melata di Bumi masing-masing mempunyai nabi, termasuk binatang dan serangga, karena mereka juga adalah ummah, sama dengan manusia. Ia mendasarkan pandangannya pada QS Al-An’am/6: 38 {Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu}. Demikian pula dalam QS Fathir/35: 24 {Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan (nadzir)}. Al-Nadzir, menurut Ibn Hazm, sama dengan nabi. Dicontohkan binatang yang mempunyai nabi di dalam Al Quran ialah lebah (QS Al-Nahl: 68 dan semut (S Al-Naml: 18 (Al-Fishal, Juz V, hal 149-150).

2. Ciri utama nabi ialah mendapat wahyu dari Allah, sementara beberapa perempuan mendapat wahyu dari Allah melalui malaikat Jibril, misalnya ibu Nabi Musa (QS Thaha: 38 dan Al-Qashash: 7), Maryam (QS Maryam: 19-21), dan istri Nabi Ibrahim (QS Hud: 71). Ciri lain nabi ialah mendapat mukjizat. Jika yang disebut mukjizat perbuatan luar biasa muncul pada seorang nabi (yang telah mendapatkan wahyu), maka tak dapat disangkal sejumlah perempuan utama dalam Al Quran juga mendapat mukjizat. Antara lain ibu Nabi Musa yang secara luar biasa menyelamatkan anaknya dari tentara Firaun, misalnya menjatuhkan anaknya ke Sungai Nil dalam keadaan selamat (QS Hud: 71-73). Demikian halnya dengan Maryam, sang perawan yang hamil tanpa suami (QS Al-Anbiya’: 91) dan selalu mendapat keajaiban dengan hadirnya berbagai menu makanan di mihrabnya tanpa diketahui asal-usulnya (QS Ali ’Imran: 37). Istri Nabi Ibrahim atau ibu Nabi Ishaq hamil dalam usia menopause (QS Hud: 71-73) (Al-Fishal, Juz V, hal 119-121 dan Tafsir Al-Qurthubi, Juz I, hal 82-83).

3. Pengakuan akan keutamaan beberapa perempuan tadi juga diakui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan mengemukakan hadis dengan tiga jalur sanad berbeda, yaitu: “Ahli surga paling utama dari perempuan ialah Maryam binti Imran, Asia binti Muzahim, Khadijah binti Hubailid, dan Fathimah binti Muhammad.” Atas dasar ayat-ayat yang menyatakan adanya wahyu terhadap perempuan didukung oleh hadis ini, maka dalam kitab tafsir Al-Qurthubi dinyatakan dengan tegas Maryam adalah seorang nabi (Tafsir Al-Qurthubi, Juz I, hal 83).

Admin: Adakah yang mau menambahkan? Tulis pandangan anda di kolom komentar, dan sertakan nash (dalil) yang shahih serta qaul (perkataan) ulama atas pandangan anda.